Untitled Utopia

Masing-masing dari kita tentu percaya bahwa ada “sesuatu” di balik segalanya. Selalu ada hubungan sebab dan akibat di kehidupan kita. Kita percaya kalo seluruh tataran angkasa dan jajaran planet serta sebaran bintang-bintang ini diciptakan oleh sebuah “Maha Elemen”. Kita juga tentu percaya kalo daging yg akan membusuk ini diisi dengan jiwa dan roh oleh “Maha Sesuatu” pula. Dan sampai detik ini, beberapa orang di seluruh belahan dunia pasti setuju kalo Maha Elemen dan Maha Sesuatu itu punya sebutan “Tuhan”.


Para ilmuwan di luar sana sudah mencoba segala cara utk menjadi (setidaknya menyamai) Sang Maha Elemen tsb. Dan sekarang gue udah menemukan cara yg lebih simpel utk jadi Tuhan.


Menulis adalah cara lo menjadi Tuhan. Kata-kata yg kita rangkai menjadi kalimat akan semakin tersusun dan membentuk sebuah “dunia” baru. Cerita yg berisi tokoh2 yg dgn leluasanya lo bentuk sendiri. Lingkungan yg dgn semaunya bisa lo tentukan seenak jidat. Tokoh di dunia lo adalah keputusan prerogative lo. Lo yg membentuknya dari awal, lo pula yg menghembuskan jiwa ke dalamnya. Dunia yg masih kosong berwarna putih lo bentuk perlahan-lahan dan menjadi keputusan lo utk menjadikan bentuk akhirnya. Takdir para tokoh di dalam cerita. Kelahiran, kematian, pertemuan, perpisahan, kebahagian, kemunafikan. Lo yg berkuasa di dunia itu. Alur cerita yg lo susun sendiri. Awal terbentuknya cerita sampai akhirnya, semua ada di jemari lo.


Sayangnya, gue sering banget gagal nyelesain dunia gue. Kadang dunia bentukkan gue terlalu sempurna. Sebuah utopia. Tanpa kenegatifan. Tokoh yg gue buat seringkali terlalu perfect utk menjadi nyata. Dan akhirnya seringkali gue iri dan cemburu dgn mereka. Karna terlalu sempurna, akhirnya gue memutuskan utk membunuh mereka tanpa mereka tahu apa yg akan terjadi di akhir jalan cerita.
Dunia gue yg terlalu sempurna terbengkalai gitu aja. Mereka udh terbentuk dgn rapinya, tapi sayang terlalu sempurna. Kesempurnaan memang gak bisa didiamkan. Harus ada sebuah noda di dalam dunia sehingga dia tetap berjalan. Mereka bilang itu adalah keseimbangan. Tapi pribadi ini bilang bahwa itu adalah satu-satunya cara gue menelisik lebih dalam, berpeluk lebih menyatu dengan-Nya.


diambil dari: tovalzky.tumblr.com

No comments: