Masih Rapuh

Di bawah hamparan cahaya kuning temaram, gue terduduk merapatkan punggung ke tembok putih yang tertutup lembaran-lembaran poster. Gue masuk, terjebak mungkin lebih tepat, dengan situasi aneh yang belum pernah gue alami sebelumnya. Pengalaman gue yang terdahulu sudah mengajarkan untuk tidak terlalu berharap banyak dan terlalu mempercayai perasaan yang kerap menutup logika. Dulu harapan-harapan itu gue bentuk sendiri. Gue membuatnya dari awal, yang perlahan-lahan akan menjadi bangunan kokoh. Namun kerap kali pula bangunan itu masih setengah terbangun dan gue harus menghancurkannya. Rata dengan tanah. Terkadang gue harus hentikan kala dia masih rapuh, hanya supaya mudah gue rubuhkan sampai tak tersisa bahkan puing-puingnya yang terkecil. Gue selalu mempersiapkan hati dan diri untuk menerima segala keadaan.

Sekarang gue menghadapai sebuah masalah (bukan masalah mungkin, tapi lebih kepada dilematika yang terus kebawa mimpi) yang sedikit mempengaruhi segala persepsi gue sedari awal. Pertama-tama gue udah memutuskan untuk tidak membangun sebuah fondasi di tempat tersebut. Gue sedikit, bisa dibilang, terobsesi untuk menempatkan sebuah tiang pancang besar di tempat lain. Namun setelah tiang pancang tersebut berdiri dan payung harapan mulai berkembang, tanpa gue sadari seseorang telah masuk ke salah satu ruang kosong tanpa izin. Di sana, sosok tersebut mulai membangun sebuah harapan maya. Gue masih ragu untuk bisa menyebutnya nyata. Keraguan ini muncul karena tidak adanya fondasi yang mengikat dasar harapan tersebut. Ibarat seperti tenda yang Cuma menancapkan pancang-pancangnya yang pendek ke dalam pasir. Tapi, gue memutuskan untuk meneruskan sebangun harapan tak berfondasi ini.

Ikatan-ikatan kecil yang terjalin mulai merapatkan gue. Sebuah perasaan yang gak tau darimana datangnya semakin menyesakkan dada, namun terasa sedikit menusuk jantung. Luka-luka kecil seolah menjadi penanda, tapi gue menganggap itu adalah pertanda. Gue lagi-lagi harus menyiapkan segala kemungkinan. Ekspektasi baik dan buruk udah ada di kepala dibarengi dengan akibat-akibatnya di depan mata.

No comments: