Diary Of The Unmanned 1.0

Nomer urut : 730

Nama : Andy Reynard Colbaut

Usia : 24 tahun

Alamat : Panti asuhan St. Charles, Bogor

Tempat, tgl. Lahir : Bandung, 27 November 1997

Nama Wali/Orangtua : Ir. Fransiscus Barry Colbaut

Keluhan : Asthma

Nama Dokter : Dr. Hendradi Rantau

Kartu itu tetap dipegang erat di tangan kirinya. Tempat duduknya memanjang ke samping hingga ujung ruangan. Tak ada sisa tempat sehingga beberapa orang harus rela berdiri sambil bersandar ke tembok. Ruang tunggu klinik kecil itu menjadi sedikit riuh dengan bisikan-bisikan kecil di sekeliling ruangan. Rey terlihat sedikit menikmatinya sambil memperhatkan beberapa gambar yang menunjukan paru-paru yang menghitam akibat tercemar tar. Ia memalingkan pandangannya kepada gambar disampingnya. Petunjuk cara menyusui anak dengan ASI. Akhirnya ia mengakhiri pandangannya ke tempat dimana satu keluarga berkumpul. Anak kecil itu tetap berada di pangkuan ibunya, sedikit terganggu pernafasannya. Seorang wanita tua, mungkin neneknya, mengusap lembut rambutnya sambil menahan tangis. Kakak perempuannya hanya terduduk diam di samping ibunya, tidak mengerti apa yang harus dia lakukan. Ia hanya menatap lurus ke lantai keramik putih, mencoba membalas tatapan sang bayangan. Mereka mengantri di bagian “Penanganan Darurat 24 Jam”. Rey memalingkan pandangannya ke luar klinik. Matahari sudah terbenam. Melirik arloji hitam di tangan kanannya: 18.30 PM.

“Bapak Andy Reynard Colbaut,” suara dari speaker membuyarkan lamunannya. Suara itu memang terlalu keras untuk ruangan sekecil itu. Lagipula, apa gunanya speaker kalau pada akhirnya kau harus berteriak.

Rey langsung berjalan menuju tempat registrasi. Suster itu langsung menunjuk pintu yang terletak di dalam. Rey menyusuri lorong pendek yang menghubungkan setiap pintu. “Dr. Hendradi Rantau” sebut papan nama itu, tanpa embel-embel spesialis. Rey mengetuk dan langsung membuka pintu. Tidak ada orang di dalam. Namun, Rey tetap masuk dan berdiri membelakangi pintu. Ruangan dengan suasana biru muda itu terasa lembab. Meja kerjanya dipenuhi dengan kertas-kertas memo kecil yang berserakan dan buku resep yang tipis. Pena terbuat dari bulu, yang entah masih berguna atau tidak, tersangkut di tempatnya. Kursi hitam dari kulit itu membelakangi jendela bertirai tipis yang masih mampu ditembus oleh sinar lemah dari lampu taman. Jas praktek tergantung rapi di ujung kursi kulit itu.

“Permisi,” Rey menyapa pelan.

“Ya, tunggu sebentar,” suara itu keluar dari balik tirai putih.

Berdeham sejenak, tirai putih itu tersibak. Lelaki itu merapikan sedikit lengan kemeja abu-abunya. Sambil berjalan tegap, ia mengambil jas dokternya dan memakainya dengan cara yang menurut Rey cukup elegan. Rambutnya mulai memutih, namun kerut di wajahnya belum terlalu tampak. Rey memperkirakan sekitar 45 tahun. Setelah dipersilahkan duduk, ia langsung menanyakan segala pertanyaan mengenai keadaan Rey dan segala keluhan yang ia rasakan. Rey hanya menjelaskan seperlunya. Ketika ditanya jenis obat apa saja yang ditelannya, Rey hanya menggeleng. Dokter itu langsung menuliskan resep. Setelah menerima resep, Rey langsung berdiri dan bersalaman sambil mengucapkan terima kasih.

Rey memang tak pernah betah berlama-lama di dalam ruangan dokter. Semerbak bau obatlah yang justru kerap membuat pernapasannya sesak. Setelah melalui ruang tunggu yang masi riuh itu, ia buru-buru membuka pintu klinik dan segera keluar. Udara panas dan lembab langsung menyerang wajahnya. Rey mengambil masker penutup wajah yang sedikit melindungi matanya dari sergapan debu merah tebal yang terbawa angin. Ia berhenti sesaat dan memandang ke arah bulan sabit besar. Langit itu tampak membiru bercampur taburan warna ungu. Awan-awan membawa air mulai bergerak ke arah timur, seakan menghampiri si bulan sabit. Tanda bahwa sesaat lagi akan turun hujan deras. Rey mengambil jaket panjangnya dan penutup kepala serupa sorban dari gantungan di dekat pintu. Segera memakai keduanya dan mulai berjalan ke kerumunan orang di jalan. Ia langsung membaur dengan para penjual yang meneriakkan barang dagangannya tanpa lelah. Kehidupan normalnya sesaat lagi akan berubah, pikirnya.

No comments: