The Life Of The Un-Manned II

Sambutan pagi itu bukanlah sambutan yang mampu membangkitkan semangat. Sejujurnya, seringai yang mereka coba buat sama sekali tidak mirip dengan seyum. Malah tampak seperti vampire yang sedang mengincar leherku. Aku yakinkan, dagingku alot dan darahku pahit. Campuran bir dan alkohol yang kutenggak membuat darahku seperty jelly yang enggan mengalir, menyumbat pembuluh darah. Langkahku kubuat setebal mungkin. Mataku kubuat semelek mungkin. Saat melintas melewati cermin, ternyata mataku tampak sangat merah. Ah, sudahlah. Jadilah diri sendiri. Manusia yang faktanya sudah malas dengan segala rutinitas. Terjebak dalam dunia yang serba datar dan stagnan. Ingin rasanya segera melarikan diri ke meja kerjaku. Menyelesaikan semua tumpukan berkas dengan dateline mencekik. Aku hampir gila dengan keadaan ini. Tumpukan kertas dan map warna-warni telah menungguku bagai pelangi setelah hujan badai. Namun perbedaannya, pelangi ini muncul ketika terjadi topan badai. Aku sadar, merekalah yang dengan tulus mengucapkan selamat pagi padaku. Tak seperti orang-orang munafik di luar sana. Aku langsung menarik kursiku dan mendudukinya, menyalakan CPU di bawah meja, lalu monitor, menarik laci keyboard, lalu duduk bersandar. Sungguh sebuah kegiatan rutin yang membosankan.

No comments: