Dialog Imajiner Mbah Surip - Mbah Maridjan

Oleh: Rudi Setiawan

Mbah Surip, sedang asyik memainkan gitarnya di bawah rindang pohon Zaitun, ditepi sebuah danau yang jernih berkilauan airnya. Wajahnya kelihatan tampan dan jauh lebih muda, senyumnya masih seperti sediakala, bahkan nampak lebih cerah dan indah.

Tiba-tiba datanglah mbah Marijan diantarkan malaikat-malaikat rahmat lewat di depannya. Dengan segera mbah Surip berdiri lalu dengan takzim menyapa mbah Marijan. Lalu terjadilah dialog antara keduanya.

Mbah Surip: “Mbah Marijan, sugeng rawuh wonten panggenan punika, I Love You Full Mbah!" ( Selamat datang di tempat ini, I Love You Full mbah)

Mbah Marijan: “ Lho, sampean ugo manggen teng mriki to mbah Rip ?” (Lho, anda juga berada ditempat ini mbah Rip)

(Sambil tertawa lepas, lalu keduanya berpelukan untuk beberapa saat kemudian mereka berdua duduk berdua di bawah rindangnya pohon Zaitun itu)

Mbah Surip: "Pripun mbah, kabaripun sae-sae kemawon to?” (Bagaimana kabarnya mbah, baik-baik saja kan )

Mbah Marijan: "Alhamdulillah, apik-apik wae cuman rodok ribet titik wektu interogasi neng treteg Shirathal Mustaqim." (Alhamdulillah baik-baik saja, cuma agak sedikit ribut sewaktu proses interogasi di jembatan Shirathal Mustaqim).

(Untuk menyingkat kata dan kalimat dialog selanjutnya langsung diterjemahkan dalam bahasa Indonesia)

Mbah Surip: "Kenapa kok ribut mbah?”
Mbah Marijan: "Lha nggak tau itu para malaikat, saya dianggap tidak berhak masuk ke sini, karena dituduh syirik."
Mbah Surip: "Memangnya malaikat sudah ketularan sama manusia ya, dikit-dikit bilang sesat, dikit-dikit bilang bid’ah, dikit-dikit bilang syirik, mencaci laknatullah dan sebagainya!"
Mbah Marijan: "Lha iya malaikat kan juga hanya menilai sisi-sisi prilaku dan ibadah luar kita, sedangkan masalah hati dan jiwa kita kan yang tahu cuman Gusti Allah.” (sambil tersenyum ringan)

Mbah Surip: "Bagaimana critanya panjenengan akhirnya bisa lolos, mbah?”
Mbah Marijan: "Ya akhirnya Gusti Allah yang berfirman memerintahkan malaikat supaya memasukan saya ke sini."
Mbah Surip: "Ooo, begitu ya mbah ceritanya, I Love You Full mbah, Ha ha ha!” (mbah Surip tertawa lepas).
Mbah Marijan: "Ketika di duniapun sama, orang-orang pandai menuduh saya ini tahayul, klenik dan mistik, demikian juga orang-orang (yang merasa) ahli agama menuduh saya ini musyrik, bid’ah, sesat, saya diam saja, wong mereka kan nggak tahu apa yang tersembunyi dalam hati saya, he he he.” (mbah Marijan tersenyum lagi)

Mbah Marijan: "Mereka nggak bisa membedakan antara menghormat sebagai rasa sayang dan menghargai alam sabagai bagian dari karya agung Gusti Allah, dengan menyembah atau memberhalakan benda-benda sebagai sekutu Gusti Allah."

Mbah Surip: "Kok bisa gitu mbah?”
Mbah Marijan: "Padahal semua yang saya lakukan itu kan sebagai rasa hormat saya dan penghargaan saya terhadap alam Gunung Merapi, sebagai bagian karya agung Gusti Allah yang wajib kita rawat dan kita jaga, karena fungsi manusia itu selain menjaga khablun minallah dan khablun minannas kan juga khablun min ‘alamiin. (hubungan dengan Allah, hubungan dengan sesama manusia dan hubungan dengan alam semesta) kalo dalam falsafah jawa dikenal prinsip Memayu Hayuning Bawana atau menjaga keseimbangan alam dunia ini atau dalam bahasa modernnya bersinergi dengan alam."

Mbah Surip (manggut-manggut sambil menyeruput kopi hitam yang harumnya dan lezatnya melebihi kopi hitam kesukannya sewaktu di dunia)

Mbah Marijan: "Ya itulah mbah Surip, manusia kan selalu menilai sesuatu dari sisi luarnya saja sedangkan perkara hati kan urusan kita dengan Sang Maha Tahu yakni Gusti Allah.”

Mbah Surip: “Betul itu mbah, manusia yang sok pinter dan sok suci itu sering kali lupa bahwa mereka lah yang sesungguhnya terjebak dalam kemusyrikan."
Mbah Marijan: "Iya mereka nggak sadar bahwa dengan merasa diri paling benar, paling suci, paling hebat itu sama halnya dengan memberhalakan diri sendiri atau menyekutukan Gusti Allah dengan diri mereka sendiri."
Mbah Surip : "Ha ha ha aneh memang para manusia itu mbah, wong maling kok teriak maling, wong diri mereka sendiri yang syirik kok menuduh orang lain yang syirik."

(lalu merekapun tertawa lepas)

Mbah Marijan: "Lha sampean juga kok bisa masuk kesini mbah Rip, sebab kalo nggak salah saya juga pernah dengar dari manusia-manusia yang sok suci itu, kata mereka penyanyi itu tempatnya di neraka."
Mbah Surip: "Ha ha ha, kita berdua ini sama-sama korban tuduhan para manusia yang nggak faham fungsi kemanusiaanya mbah, mereka kira ibadah itu cuman, sholat, zakat, puasa, haji, sedekah atau ibadah-ibadah ritual lainnya. Mereka memahami agama secara kaku, tekstual dan dogmatis, padahal lagu itu juga bisa kita gunakan untuk media berdakwah, berdzikir kepada Gusti Allah, kita bisa menebar virus cinta kepada sesama manusia lewat lagu dan nyanyian."

Mbah Marijan: "Ooo, berarti sampean bisa masuk kesini karena menebarkan virus cinta kepada sesama manusia lewat lagu-lagu sampean ya mbah Surip?”
Mbah Surip: "Ya kira-kira begitu menurut penilaian Gusti Allah, mbah."
Mbah Marijan: "Alhamdulillah, berarti kita berdua termasuk golongan manusia yang mampu menebarkan virus cinta tidak hanya kepada sesama manusia tetapi juga terhadap alam semesta."
Mbah Surip: “Betul mbah, I Love You Full, Gusti Allah!” (Mbah Surip kembali tertawa lepas)

Mbah Marijan: "I Love You Full juga, Gusti Allah!” (Mbah Marijan juga tertawa lepas mengiringi tawa mbah Surip).

Kemudian mereka melanjutkan perbincangannya sembari menikmati kopi-kopi hitam yang keharuman dan kenikmatannya tiada tara. Diiringi kicau-kicau merdu burung-burung yang hinggap di dahan-dahan pohon Zaitun. Dan desiran angin pagi sejuk semilir menambah indahnya pemandangan di tepi danau itu.

Doha, 28 Oktober 2010

Rudi Setiawan, Lahir, Kertosono- Jawa Timur, 02 Juni 1976 aktif menulis artikel di www.kompasiana.com, serta cerpen dan puisi yang di share lewat facebook maupun media online lainnya, saat ini sedang bekerja sebagai TKI di Doha, Qatar.
Alamat email: rudiseti@yahoo.com dan rudisetiawan1976@gmail.com

No comments: