Hampir 30 menit dari film yang berjalan kira-kira 1 jam 45 menit ini berjalan sedikit membosankan. Obrolan-obrolan mengenai serangan-serangan misterius, alasan mengapa mereka yang dipilih, atau siapa yang menculik mereka, terus-menerus digulirkan sepanjang menit-menit pertama. Penonton dipaksa untuk menikmati awal-awal film yang lama-kelamaan menjadi sedikit membosankan. Adegan pertarungan dengan makhluk aneh pertama akhirnya disajikan. Makhluk aneh berkaki empat dengan tanduk-tanduk yang tumbuh dari badannya menyerang para survivor. Tembak-tembakan dan kejar-mengejar dengan alur kamera cepat membuat adrenalin sedikit terangkat. Beberapa scene menegangkan juga ditampilkan. Tapi, ada satu hal yang membuat gue sedikit heran. Dengan banyaknya survivor yang berlatar belakang militer, masakan membunuh makhluk aneh ini harus dengan ratusan peluru? Dan ketika makhluk ini berjalan mendekati sang calon korban, seharusnya dengan senjata otomatisnya ia mampu menembak di bagian-bagian krusial makhluk tersebut. Tidak dengan Adrien Brody. Ia terus menerus menembaki musuhnya tanpa mengenai sasaran dan tanpa mengenai bagian yang dapat menyebabkan kematian, yang seharusnya sudah diketahui oleh seorang prajurit. Walaupun pada akhirnya makhluk ini pun mati.
30 menit berikutnya, para survivor ini (minus Danny Trejo yang lagi-lagi mendapat peran numpang lewat) akhirnya bertemu dengan seorang sepuh di tanah Predator. Sudah sepuluh musim ia lewati dengan menyelamatkan diri dari serangan para Predator. Kembali, dialog-dialog membosankan mengalir dengan perlahan. Diperankan oleh Laurence Fishburne, survivor yang satu ini terus-menerus bercerita mengenai segala kelemahan dan kemampuan para predator. Ia juga menjelaskan jenis-jenis predator yang ada di luar sana. Ada perbedaan namun tidak kasat mata. “Seperti membedakan anjing dengan serigala,” katanya. Namun, Laurence Fishburne pun ternyata membuat twist yang sedikit mencengangkan dan perannya di situ tidak sebesar Morpheus di Matrix. Mudah terlupakan. Twist-nya sendiri terkesan maksa. Seharusnya Fishburne menjadi cameo dibandingkan peran aneh di film ini.
Akhirnya, pertempuran dengan Predator pun terjadi. Adrien Brody berjuang mati-matian demi kabur dari planet terkutuk itu. Satu-persatu mereka mati. Darah segar tidak ragu-ragu ditumpahkan oleh Rodriguez, baik itu merah ataupun hijau. Kepala Predator yang terpenggal pun ditampilkan secara brutal. Namun, kematian para manusia dipresentasikan berbanding terbalik. Saya agak kecewa di bagian ini. Gak adil. Masa’ Predator ditampilkan dengan kematian vulgar, sedangkan para manusianya malahan tersensor. Atau, Lembaga Sensor Indonesia yang tidak berkenan? Ah, sudahlah. Tapi, kematian brutal para Predator menjadi satu-satunya hiburan saya di film ini. Brody pun sebenarnya cukup cocok untuk memerankan jagoan di film ini. Wibawanya terlihat. Sayangnya, ia sangatlah untouchable. Kurang manusiawi. Dengan melalui pertarungan sengit, setelah melewati beberapa twisted story yang tak cukup twisting, akhirnya Brody berhasil memenggal kepala sang Predator. End of story. With no conclusion and untwisted twist story.
Oh, iya. Anyway. Arnold Schwazenegger tampil di film ini, loh. Tapi, hanya melalui cerita ketika para survivor jatuh dari air terjun. Just listen to the girl’s story. It’s gonna make you remember how The Gorvenator survive the Predator.
No comments:
Post a Comment