The Death of Tovalzky

Tovalzky terlahir pada di bulan Juni 2001. Tidak ada data mengenai tanggal kelahirannya. Umurnya pada saat ini adalah kurang lebih 8 tahun 11 bulan. Ia meninggal kemarin, 13 Mei 2010. Tidak ada data mengenai penyebab kematiannya. Tovalzky telah menjadi teman sepermainan saya sejak ia dilahirkan. Walaupun berumur jauh lebih muda dari saya, ia memiliki sebuah pemikiran yang jauh lebih matang dibandingkan saya. Cara berpikirnya yang lebih dewasa terkadang membuat saya kagum. Saya belajar banyak darinya. Segala perkataannya sering kali saya cermati dan saya simpan, lalu saya cerna sebaik mungkin. Tidak semua dari apa yang ia sampaikan adalah benar, namun tidak dapat dipungkiri, ia adalah kutub selatan dari diri seorang Andreas Surya Pratama. Namun, sikap emosionalnya kerap menganggu. Si Sumbu Pendek, kerap saya memanggilnya seperti itu. Bila egonya terganggu, kerap ia langsung meluapkan segala amarahnya tanpa memperhatikan sekitarnya. “Membabi buta,” ayah saya pernah menyebutnya seperti itu. Tovalzky tidak menyalurkan segala emosinya lewat pebuatan, melainkan perkataan yang seringkali menyakitkan lawan bicara. Namun, sayalah yang pada akhirnya maju untuk ikut bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Dan ia menghilang tanpa jejak begitu saja. Tanpa terima kasih. Tanpa berpamitan. Sendirian, saya kerap memohon maaf atas segala yang ia hancurkan. Saya sendiri maklum, dari segi umur memang ia masih kecil. Emosi labil, kata salah seorang teman saya. Belum mempunyai full-control terhadap diri sendiri.

Tapi, sikapnya yang terus menerus mengganggu orang lain, tidak bisa saya tolerir lagi. Saya sudah lelah mempertanggung jawabkan apa yang tidak pernah saya perbuat. Titik dimana saya bilang “cukup” telah saya lewati. Akhirnya, kami sering bertengkar, memperdebatkan segala jenis kelakuan dan perlakuan yang sudah mencapai batas normal. Memang, ia sering membela saya di saat-saat saya mengalami kejatuhan dan juga kemunduran. Tapi, saya ikut hadir di situ. Saya tidak lari dari masalah. Tidak seperti dia, yang kerap kali kabur ketika saya sedang membelanya mati-matian. Ketika pertengkaran memuncak dan tak bisa lagi diselesaikan dengan kata-kata, akhirnya saya mencapai sebuah kesepakatan. Tidak mungkin kami beradu fisik, karena masing-masing dari kami menyadari bahwa adu pukul bukanlah jalan terbaik. Kami sepakat akan satu hal. Salah satu dari antara kami harus mati. Ya. Mati dalam arti harafiah. Saya mengambil sebilah pisau dapur dari laci di dekat lemari peralatan dapur. Saya meletakkan pisau itu di meja makan. Kami berdiskusi dengan kepala dingin, tentang siapa di antara kami yang harus mati. Diskusi itu pada akhirnya tidak mencapai titik temu sesuai dengan yang kami harapkan. Kedua kepala mempunyai segala argumen yang mampu membantah teori masing-masing. Akhirnya, kami sepakat. Argumen hanyalah sebuah bentuk idealisme yang setia melingkupi sikap egosentris. Kenyataan hanyalah dapat diterima dan dimengerti melalui keikhlasan hati.

Ia pun bertanya pada saya, “Apakah engkau ikhlas kehilangan aku?”.

“Jika pertanyaan itu aku berikan padamu, apa jawabmu?”

“Ya. Aku ikhlas.”

“Ya, aku pun seperti itu,” jawabku gemetar.

Tanganku segera menyambar pisau itu dan menghujamkannya tepat di perutku. Ia hanya menatapku. Sikapnya tetap tenang. Tak ada kepanikan di matanya. Tovalzky yang ku kenal. Tidak akan pernah berubah. Matanya yang kelam masih menatap dalam, sampai noda darah yang perlahan membasahi pakaiannya. Ia memegang perutnya yang telah dibasahi darah. Sebuah luka sayatan besar terus-menerus dialiri darah hitam kemerahan. Aku hampir menangis melihat kejadian itu. Tapi, ia tetap tersenyum kecil. Sambil mengangkat tangan kanannya ia berbisik, “Teruslah hidup. Jangan berlari. Namun, berjalanlah tanpa henti.” Seketika itu juga ia jatuh terbaring bersimbah darah. Aku hanya bisa memandangi tubuhnya yang terbujur lemas, tanpa bisa berbuat apa-apa. Tak mau berbuat apa-apa. Kematian Tovalzky bukan untuk dikenang, bukan juga untuk ditangisi.

1 comment:

Anonymous said...

it's good for you. really really good. just be a lovely. humble. cheerful and friendly person called "andre" that i've ever know well before.. and also. you can perfectly be the people that will be loved by all people around you. more and more.. GBU ndre!