Sang Penerjemah

Semburat senyum melengkung berhasil menghilangkan garis kerut di wajahnya

Tutur kata sopan menutup segala persepsi keangkuhan di depan mata.

Genggaman tangan nan lugas melepaskan gambaran dingin di jiwa

Gerak tubuh dan sikapnya melunturkan semua paradigma yang tercetak di kepala

Sorot mata tajam dan sayu mereflesikan segala asam dan garam yang telah berlalu


Aku…

Terkesima dengan segala pandangan yang terucap lewat bibirnya

Dengan lidah yang tegas ia berkata dan bercerita seolah tiada beban yang harus dianut.

Badannya yang kurus seolah tak mampu mempertahankan kekokohannya.

Tulang belakangnya terlalu rapuh untuk menopang segala mimpi dan khayalan yang terlalu mustahil

Kepalanya terlalu kecil untuk menampung segala dimensi yang ia bawa dalam perjalanannya


Alam semesta seolah berada dalam genggaman tangannya yang ringkih

Telapak tangan bercorak tinta

Bulu kuas yang seolah menari dengan indah dalam genggaman tangannya

Bersatu bersama sinaran kosmik.

Tak terbendung bergerak menyerang kanvas yang berdiri tegak namun pasrah, tak mampu melawan

Bukanlah upaya menguasai dunia, sebutnya

Tapi usaha menterjemahkan semesta yang tak berbatas


Namun tak mengapa

Ia terus menghujam dan menghujam dan MENGHUJAM

Ia terus menumpahkan segala emosi

Segala kekelaman

Segala kecerian

Segala semesta

Segala kesucian yang mampu ia siratkan dalam pengejawantahan


Ia seolah sedang bercinta dalam alam bawah sadar

Bergerak hendak memuaskan segala nafsunya

Bukan dalam keegoistisan

Bergerak berkeringat… Ia tumpahkan birahi


Dan ia pun selesai

Orgasme pun ia dapatkan

Sebuah karya signifikan ia persembahkan

Karya yang membuat mata dunia terbuka

Tak ada yang disembunyikan

Tak ada garis rahasia

Semua ia persembahkan untuk kita

Dengan kesederhanaan

Dalam kekhidmatan

Ialah Sang Penerjemah

Untuk Si Tukang Ejek

Setiap kali gue berpikir soal jodoh, senyuman nakal lo pasti langsung hadir di pikiran. Dengan wajah polos dan disertai dengan sikap yang sedikit kekanak-kanakan, namun diimbangi dengan pemikiran yang dewasa, lo selalu berhasil membuat gue semakin mengagumi sosok lo setiap harinya. Sering banget kita duduk berdampingan. Bertukar cerita ringan, kadang sambil bercanda saling mengejek, toyor-toyoran pun seolah menjadi pelengkap. Senyuman manis seringkali lo lemparkan sambil menggerakkan poni pendek kebanggaan lo itu. Kita juga pernah (kalo gak mau dibilang sering) berpergian berdua ke beberapa konser grup-grup musik. Dengan cueknya lo nggak pernah protes kalo dijemput atau diantar dengan motor bebek butut. Dan lo ingat gak, sih? Kita tuh pernah berhujan ria cuma demi nonton konser di daerah Palmerah? Waktu itu, gue cuma bersenjatakan jas hujan ponco biru dan lo bersembunyi dibalik ponco dan kepala lo bener-bener mepet ke punggung gue gara-gara takut kena air hujan. Demi Zeus dan dewa-dewa Atlantis, lo terlihat seperti kambing yang gak mau dimandiin. Sampai di tujuan, celana jins lo basah total. Sedangkan gue aman tentram, sama sekali gak kena air hujan. Dan muka lo sedikit kesal melihat keadaan yang kering. Cuma sepatu gue doang yang jadi korban comberan. Waktu itu senang banget bisa ngegodain lo. Tapi, akhirnya kita bisa menikmati konser musiknya. Kalo lo inget, itu pertama kalinya kita nonton konser berdua. Dengan udara yang cukup lembab karena banyaknya orang yang berkumpul di lokasi, lo terlihat sangat menikmati pertunjukan itu. Yang bikin gue bingung dan kagum, lo sama sekali nggak protes gara-gara kehujanan dan (pastinya) kebasahan gara-gara hujan. Gue sempet ketar-ketir. Takut kalo tiba-tiba mood lo berubah dan minta pulang, seperti kebanyakan perempuan yang pernah gue deketin. Tapi, lo adalah pengecualian buat gue. Lo bukan perempuan pada umumnya.

Hari-hari yang biasa seolah menjadi luar biasa. Lo selalu hadir di tengah kehidupan gue, walaupun nggak secara fisik. Melalui timeline twitter pun, lo berhasil menghibur gue dengan hebatnya. Saling bertukar ejekan yang paling sering kita lakukan. Siapapun yang memulai, pasti bakalan berbuntut panjang. Asal lo tau, gue pernah lupa makan siang dan akhirnya jam istirahat pun selesai. Gue pun mendobelkan porsi makan malam gue demi membayar hutang makan siang tadi. It’s all because of you, Nyet. Lima jam gue habiskan tanpa ada asupan gizi di siang hari. Pulang ke rumah pun dengan perut keroncongan. Teganya diri lo.. J

Dan di tengah-tengah hubungan “mesra” kita (kalau nggak mau dibilang absurd), kita ternyata juga sempat marahan. Gue lupa tanggal berapa, yang pasti itu hari Sabtu. Kita sepakat untuk nonton bareng konser Java Rockin’ Land di Pantai Carnaval, Ancol. Gue berangkat duluan karena waktu itu lo akan menjalani sidang kelulusan S1. Setelah gue menunggu bareng teman yang lain, akhirnya lo datang dengan pakaian khas para mahasiswa yang baru selesai sidang. Sambil ngobrol-ngobrol sambil mengangguk-anggukan kepala mengikuti beat musik rock, kita bener-bener gak bisa ngobrol sama sekali. Cuma sesekali saja mengomentari penampilan para performer di atas panggung. Tiba-tiba terjadilah bencana itu. Ketika lo dan gue sepakat untuk menonton di panggung yang berbeda. Lo berempat sepakat nonton Arkarna, sedangkan gue yang kurang sreg beranjak menonton Burgerkill. Di situlah gue baru sadar bahwa ternyata handphone gue mati total, lupa men-charge. DAMN..!! Demi Athena dan Apollo, gue kesel banget. Karena seharusnya kita udah janjian untuk bertemu di satu tempat yang strategis ketika seluruh performer di Java Rockin’ Land rampung. Pendek cerita, akhirnya lo gak bisa menemukan gue di tengah-tengah lautan manusia yang bubar jalan dengan kompaknya menuju pintu keluar. Begitu juga sebaliknya, gue pun gak bisa menemukan lo. Di saat itu, gue membuat salah satu keputusan terbodoh di hidup gue, yaitu meninggalkan lo untuk pulang. Emosi kemarahan lo memuncak dan meledak sampai memutuskan untuk memutuskan komunikasi dengan gue.

Sejak kejadian itu, gue merasa ada jarak yang sedikit melebar. Kita sempet diem-dieman, kurang lebih satu bulan. Gak tau kenapa, sedikit banyak itu berpengaruh. Setiap bertemu, pasti lo langsung membuang muka atau bahkan pura-pura nggak tahu kalau gue ada di dekat lo. Hmm.. Agak mengganggu pikiran gue, walaupun pada akhirnya sampai sekarang kita udah mulai ngobrol dan bercanda lagi. Tapi, itu sedikit berubah. Mungkin kejadian itu masih lo pendam di pikiran.

Sejujurnya, apapun yang udah kita lewatin, semuanya berkesan buat gue. Baik atau buruk, semuanya terpampang jelas di kepala gue. Masih ingat juga ketika dengan kerasnya lo memegang tangan gue gara-gara takut berenang di Green Canyon.Padahal itu udah pake pelampung, loh.. Udah pasti ngambang dan nggak usah takut tenggelam. Harus gue akui, gue menikmati genggaman tangan lo *big grin. Dan harus gue akui, lo wanita yang kuat dan gak gampang mengeluh. Apapun yang terjadi, lo sama sekali gak pernah melontarkan kalimat-kalimat negative soal situasi yang sedang dihadapi saat itu.

Memang kadang lo terlalu cepet ngambek, but still you’re (should be) the one for me. Dan sejujurnya, walaupun pada akhirnya di masa depan lo tidak menjadi wanita yang berdiri di samping gue saat berhadapan dengan Pastor untuk mengucap janji pernikahan, setidaknya gue punya pengalaman manis bersama lo. Walaupun sekarang lo sedang aktif-aktifnya bermesraan dengan seorang lelaki dan kerap muncul di timeline gue, setidaknya gue masih bisa menikmati senyum kekanak-kanakan dan poni kebanggaan lo itu. Walaupun pada akhirnya lo gak memilih gue untuk menjadi ayah dari anak-anak lo, setidaknya… Setidaknya gue masih bisa berdoa supaya lo mau merubah pikiran lo. Mudah-mudahan..

Ttd,

Me

NB: Gue masih belum percaya bahwa lo adik kelas gue waktu SMP di ST.

Need Help. Immediately..!!

Ada yang tahu cara mencapai daerah ini?
Gue agak bingung kalo udah masuk Jakarta Selatan..
Silakan kasih petunjuk via comment di postingan..