Lambang Privilise Lewat Sirine


Jaman gue kecil, gue selalu tertarik dengan yang namanya film action. Kebanyakan yang gue tonton adalah film-film action yang sangat ngejual adegan tembak-tembakan. Seperti layaknya sebuah film action, hampir kebanyakan bertemakan perang antara si jahat dan si baik. Selain itu, di film tersebut juga (hampir) selalu melibatkan aparat keamanan, khususnya polisi.

Di hampir semua film yang gue tonton, polisi akan selalu dateng dengan menggunakan mobil yang dilengkapi dengan sirine dan lampu berwarna biru-merah. Di saat itu juga, gue sadar bahwa dengan menggunakan sirine, polisi bisa ngasih peringatan buat orang-orang di sekitarnya untuk minggir ke tepi jalan dan memprioritaskan jalanan untuk pihak penegak hukum. Tujuannya jelas, supaya mereka bisa tiba di tempat kejadian perkara dengan cepat.

Kini, sirine seolah bergeser maknanya. Di kota Jakarta tercinta, sirine justru sudah menjadi barang yang tidak sekedar berharga, tapi juga mempunyai nilai yang tinggi. Dengan memilikinya di dalam kendaraan, kita seolah telah mampu memiliki sebuah nilai tersendiri dan patut menjadi sebuah prioritas, terutama kala menghadapi lalu lintas di jalanan Jakarta.

Baru-baru ini, gue secara kebetulan berpapasan dengan iring-iringan kendaraan milik Cagub DKI Jakarta. Cukup mewah memang, dengan menggunakan sebuah van bikinan Lexus dan satu Alphard hitam yang menggunakan kaca film gelap. Bukan hal yang istimewa memang, tapi yang ngebuat gue sedikit kesel adalah penggunaan sirine yang menurut gue pribadi sedikit mengganggu.

Entah apa tujuan dari penggunaan sirine tersebut. Lalu lintas di depannya juga gak macet-macet amat. Hampir gak ada mobil dan motor di jalanan tersebut. Terlebih lagi, gak ada kemacetan atau tumpukan kendaraan yang menyebabkan kemacetan di jalan raya tersebut. Jadi, atas dasar apa mobil dengan gambar stiker cagub kumisan tersebut nyalain sirine di tengah-tengah jalanan sepi?

Gue menyempatkan diri untuk nanya ke mbah Google mengenai aturan penggunaan sirine. Alhasil, mbah Google gak mengecewakan gue. Gue menemukan cukup banyak blog yang menuliskan peraturan-peraturan penggunaan sirine. Buat lebih jelasnya, gue coba kasih beberapa aturan yang gue dapet dari situs resmi TMC Polda Metro Jaya.

Penggunaan sirine sudah diatur di dalam UU Nomor 14 tahun 1992 dan Pasal 72 PP Nomor 43 tahun 1993 yang membahas tentang Prasarana dan Lalu lintas. Dengan jelas, peraturan tersebut menyatakan bahwa isyarat peringatan dengan bunyi berupa sirine hanya dapat digunakan oleh:
  1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, termasuk kendaraan yang diperbantukan pemadam kebakaran. Ambulans yang sedang mengangkut orang sakit.
  2. Kendaraan jenazah yang sedang mengangkut jenazah.
  3. Kendaraan petugas penegak hokum tertentu yang sedang melaksanakan tugas.
  4. Kendaraan petugas pengawal kendaraan KEPALA NEGARA atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negara.
Peraturan tersebut semakin ditegaskan lewat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 Tentang Kendaraan dan Pengemudi. Di Pasal 66 disebutkan bahwa lampu isyarat berwarana biru hanya boleh dipasang pada kendaraan bermotor:
  1. Petugas penegak hukum tertentu.
  2. Dinas Pemadam Kebakaran.
  3. Penanggulangan Bencana.
  4. Ambulans.
  5. Unit Palang Merah.
  6. Mobil Jenazah.

Peraturan di atas dilengkapi dengan aturan di pasal 67 yang menyebutkan bahwa lampu isyarat berwarna kuning hanya boleh dipasang pada kendaraan bermotor
  1. Untuk membangun, merawat, atau membersihkan fasilitas umum.
  2. Untuk menderek kendaraan.
  3. Untuk pengangkut bahan berbahaya dan beracun, limbah bahan berbahaya dan beracun, peti kemas dan alat berat.
  4. Yang mempunyai ukuran lebih dari ukuran maksimum yang diperbolehkan untuk dioperasikan di jalan.
  5. Milik instasi pemerintah yang dipergunakan dalam rangka keamanan BARANG yang diangkut.

Salah satu mobil polisi dengan lampu sirinenya
Dari yang gue baca di peraturan-peraturan tersebut, gue sama sekali gak menemukan kalimat bahwa “Cagub Boleh Menggunakan Sirine”. Buat lebih jelasnya, cuma iring-iringan Kepala Negara yang diperbolehkan untuk menggunakan sirine. Selain itu, kendaraan milik instansi pemerintah yang lagi mengangkut BARANG tertentu diperbolehkan untuk menyalakan dan menggunakan sirine berwarna kuning.

Jadi, selain kendaraan-kendaraan yang ada di dalam peraturan, kayaknya gak ada lagi kendaraan yang boleh menggunakan sirine.

Sirine bukan alat untuk melambangkan privilise semata, juga bukan dijadikan sebagai lampu untuk mengusir orang-orang atau kendaraan-kendaraan yang menghalangi perjalanan. Sayangnya, mayoritas orang “penting” dan berduit sudah menggunakan lampu dan bunyi-bunyian sirine sebagai lambang untuk menunjukkan eksistensi, sekaligus sikap arogan.

Miris kalo melihat Jakarta masih dan akan tetap dikuasai oleh orang-orang kayak gitu.

Sekali Lagi

Sekali lagi… dan lagi-lagi…
Logika dan perasaan ini beradu hebat
Ketika di saat aku rapuh dan butuh sebuah tempat mengaduh
Terduduk sendiri sambil menyesap cairan herbal hangat pahit di atas kasur tertutup sprei putih
Sesekali menghisap sebatang rokok yang hampir terbakar habis
Aku seharusnya merasa senang saat kau dengan penuh perhatiannya mengingatkanku
Jangan lupa makan
Jangan lupa minum obat
Istirahat, jangan kecapekan
Namun, entah aku malah semakin merasa sesak
Sebuah perasaan bergantung-gantung di atas kepalaku
Tangan dan persendian tiba-tiba hilang kendali
Gemetar… entah karena marah atau sudah terlalu lelah menahan beban tak terlihat
Ini bukan pertama kalinya, bahkan bukan kedua kalinya
Ini kesekian kalinya aku harus menahan mulutku untuk tak mengeluarkan teriakan “LUPAKAN DIA..!!”
Tapi tidak. Kau menyayanginya walau kau ragu apakah dia menyayangimu.
Aku menyayangimu walau kau tak tahu sedalam apa aku telah berkubang dalam lumpur biadab ini
Sudahlah…
Setidaknya kau tahu